Skip to content

Anjani Batik, Bangkit untuk Terbang Lebih Tinggi

  • Blog

Pandemi Covid-19 meluluhlantakkan ekonomi Indonesia termasuk pelaku UMKM. Anjani Batik Galeri yang sudah memiliki nama besar pun harus kehilangan omzet sampai 80 persen pada 2020, saat dunia wisata juga ikut runtuh. Kala itu, pertumbuhan ekonomi Kota Batu minus 6,4 persen, bahkan sempat menyentuh angka minus 10. Walaupun berat, founder Anjani Batik Galeri, Anjani Sekar Arum, S.Pd tetap optimis menjalankan bisnis tanpa ada pengurangan pegawai.

Ujian belum berhenti. Anjani harus kehilangan suami Netra Amin Atmadi karena Covid-19 di awal tahun 2021. Namun waktu seakan tak memberinya pilihan untuk sedih dan berduka dalam waktu lama, karena Anjani dan keluarga besarnya juga positif Covid-19. Mereka harus berjuang untuk tetap hidup dan menjalani perawatan dalam isolasi yang panjang.  

Sepanjang tahun 2021, ia memutuskan untuk menutup semua aktivitas Anjani Batik Galeri. Tidak ada produksi batik baru sama sekali karena memang tidak ada permintaan yang masuk. Sementara di sisi lain, karyawannya tetap membutuhkan pemasukan. Ada anggota keluarga mereka yang harus dikasih makan. Saat itu, Anjani tertolong oleh banyaknya permintaan masker dari beberapa instansi yang secara rutin memasukkan order di tempatnya. Ia mengganti haluan kegiatan, lalu mengarahkan pegawai dan anggota kelompok yang biasa mengerjakan pembuatan batik untuk bisa menjahit.

“Saya manfaatkan stok kain di galeri sebagai bahan masker. Instansi bisa memesan 500 sampai 1.000 masker dalam sekali order,” ungkap Anjani.

Memasuki tahun 2022, ia memulai aktivitas produksi batik dan  kembali membuka pasar yang sebelumnya mati. Langkah yang tidak mudah karena kondisi ekonomi belum benar-benar pulih. Stok kain batik di galerinya sudah habis, dan Anjani tidak bisa lebih lama lagi mendiamkan usaha yang selama beberapa tahun terakhir mampu memberikan penghidupan pada masyarakat Bumiayu, Kecamatan Bumiaji Batu itu.

Anjani mulai membuat pola dan motif untuk dikerjakan oleh kelompok perajin batik. Ada kelompok pertama yang bertugas untuk menggambar pola buatan Anjani di kain, lalu kelompok kedua bertugas untuk mencanting dan kelompok ketiga melakukan pewarnaan. Semua proses itu membutuhan waktu maksimal dua minggu untuk menghasilkan satu lembar batik tulis dan satu bulan untuk batik sutra.

Saat memulai produksi kain batik itu, Anjani juga menambah strategi baru dengan melakukan diversifikasi produk. Bila sebelumnya ia dan kelompok perajin batik binaan hanya fokus dalam memproduksi kain batik, kini ia juga memproduksi produk turunan dari batik. Ia perbanyak koleksi baju ready ro wear, tas-tas batik, sepatu batik, dan aksesoris batik. Sama dengan pembagian kelompok produksi batik, Anjani juga membagi beberapa orang untuk memproduksi baju siap pakai, lalu dua orang memproduksi tas, dua orang memproduksi jaket, dan sisanya memproduksi aksesoris.

Setiap kelompok itu memiliki ketua yang bertanggung jawab terhadap pekerjaan anggotanya. “Para ketua kelompok inilah yang saya percaya untuk menjaga dan mengawasi quality control,” tandasnya.

DIVERSIFIKASI: Anjani mulai memperbanyak produk turunan batik seperti jaket, tas, dan sepatu

Menggerakkan Kampung Wisata Edukasi Batik

Perpindahan Anjani Batik Galeri ke Bumiayu mengubah kampung itu menjadi lebih hidup dengan wisata. Masyarakat sekitar merasakan dampak luar biasa, dari awalnya tidak berniat untuk membuka usaha akhirnya mulai jualan karena melihat banyaknya kunjungan wisatawan ke Anjani Batik Galeri. Warga pun tergerak untuk membuka bisnis baru yang berhubungan dengan pariwisata, karena Anjani banyak berkolaborasi dengan jasa travel untuk membawa wisatawan ke sana.

Di 2023 ini, Anjani memulai untuk menggerakkan kembali Kampung Wisata Edukasi Batik, yang awalnya hendak dilaunching pada 2020, namun urung karena pandemi. Anjani ingin memperluas pengenalan dan pembelajaran membatik kepada masyarakat dari berbagai usia. Melalui program ini, Anjani menawarkan kunjungan belajar membatik yang dibandrol mulai harga Rp 30 ribu, di mana pengunjung sudah bisa belajar membatik selama 90 menit dan mendapat kain ukuran 35 x 35 cm, memperoleh pelajaran teknik cap atau tulis, pewarna celup dan welcome drink. Lalu paket Rp 35 ribu dengan fasilitas sama kecuali durasi lebih panjang 120 menit dan pewarna lukis. Selain dua paket tersebut, masih ada paket di atasnya dengan bandrol Rp 45 ribu sampai paling mahal Rp 175 ribu.

Anjani sengaja menawarkan paket dengan harga terjangkau untuk menyasar peserta outing class dari SD. “Supaya tidak memberatkan. Kalau biaya di atas itu, akan memberatkan sekolah dan peserta didik,” ujar perempuan yang pernah menjadi guru SMP ini.

Walaupun belum dilaunching secara resmi, cukup banyak peminat yang mengikuti program Kampung Wisata Edukasi Batik. Mulai dari siswa SD sampai dengan wisatawan asing. “Memang belum setiap hari ada yang ambil program eduwisata batik ini, tapi setiap bulan pasti ada,” kata Anjani.  

Ia berencana untuk mengenalkan program tersebut secara masif pada awal 2024 mendatang. Saat ini, ia berusaha untuk fokus melakukan renovasi dan pembenahan galeri sehingga bisa lebih nyaman untuk menerima kunjungan. “Tahun ini benar-benar tahun kebangkitan buat kami. Harus merangkul kembali pelanggan lama dan membuka jalan untuk kerjasama serta potensi pasar yang baru,” urai Anjani.  

Batik Anjani pernah mendapatkan spot display selama setahun di Museum Bank Indonesia di Tokyo, yang sekaligus menjadi kesempatan untuk promosi batik kepada warga Jepang. Ia juga pernah mendapatkan penawaran ke Newzealand sesudah pandemi, namun belum ada produk yang siap dibawa ke sana.

Itu karena Juli 2023 lalu, Anjani mengikuti pameran Karya Kreatif Indonesia (KKI) 2023 di Jakarta Convention Center. Ia bawa ratusan pieces produk dan ludes terjual dalam dua hari. Sesudah event tersebut, ia masih mengikuti expo lain lagi yang membuat produknya juga diminati pengunjung.

“Tantangan UMKM sektor kriya itu di sini, saya kesulitan untuk memproduksi massal. Sebab ada kualitas yang harus dijaga,” kata Anjani.

Untuk membuat katalog produk saja, lanjutnya, ia harus menimbun karya setidaknya selama enam bulan. Barulah dapat melakukan pemotretan untuk katalog. “Saya bawa katalog dan produk ke pameran, terjual habis. Saya h senang, tapi juga harus segera memikirkan produksi berikutnya,” ucap perempuan yang baru menikah dengan Rizky Handi Alfarizy ini.

Karena kendala itulah, ia beberapa kali harus melewatkan tawaran ke luar negeri. Sampai saat ini, setiap desain motif di Anjani Batik Galeri masih berpusat pada karya Anjani, para perajin belum dibebaskan untuk membuat produk untuk menjaga ciri khas dan kualitas yang sudah menjadi standar Anjani.

“Saya sebenarnya sudah memaksimalkan produksi, namun masih belum mencukupi permintaan,” kata Anjani.

Dalam gelaran Malang Fashion Week 2023 beberapa waktu lalu, karya Anjani Batik Galeri digunakan sebagai bahan busana yang didesain dan dibuat oleh siswa Tata Busana SMKN 5 Malang. Anjani tak berkesempatan melihat langsung fashion show tersebut sebab dirinya kala itu sedang berada di Jakarta.

“Selain di Batu, saya saat ini memang sering di Jakarta dan Yogyakarta. Dengan misi sama, mengenalkan dan melestarikan batik,” tandas perempuan ramah ini.

Berawal dari Bantengan, Lahirkan Ratusan Pembatik Cilik

Pencapaian Anjani saat ini tak bisa dilepaskan dari kesuksesan pameran tunggal batik yang digelar Anjani pada 2014 lalu. 54 lembar batiknya terjual habis. Bahkan Ketua Dekranasda kala itu, Dewanti Rumpoko yang kemudian menjadi Wali Kota Batu, mengangkat motif Bantengan karyanya sebagai batik khas Kota Batu.

Bantengan merupakan seni tradisi Jawa Timur dan berkembang kuat di Desa Bumiaji Kota Batu. Salah satu pegiat seni ini adalah Agus Tubrun, pendiri kelompok budaya Bantengan Nuswantara yang juga ayah Anjani. Seperti ayahnya, Anjani berkomitmen melestarikan Bantengan meski dengan cara berbeda. Lewat batik. Hal itu sudah ia lakukan semenjak berstatus mahasiswa Jurusan Seni dan Desain Universitas Negeri Malang. Setiap mendapat tugas kuliah, ia selalu memasukkan unsur Bantengan, hingga mendapat julukan “Anjani Bantengan”.

54 lembar batik yang ia pamerkan di 2014 adalah karya yang dibuat semenjak kuliah. Ia tidak menyangka akan mendapat respons positif dari masyarakat.  Apresiasi itu melecut Anjani untuk serius menggeluti dunia batik. Pada 29 Agustus 2014, ia pun mendirikan Anjani Batik Galeri dengan branding Batik Banteng Agung.  Dibantu dua perajin, Anjani memulai produksi di ruangan 6 meter persegi, cukup kecil untuk ruangan pembatik yang harus bergelut dengan kain, canting, dan malam. Galeri produk pun hanya memanfaatkan ruang tamu di rumah orang tuanya yang tidak terlalu luas.

Perjalanan Anjani dan dua perajinnya tidak berlangsung lama alias pecah di tengah jalan. Satu pembatiknya keluar dan memutuskan untuk membuka usaha sejenis di kota lain. Satu pembatik tersisa dirasa kurang, apalagi respons masyarakat terhadap batik karyanya terus meningkat. Anjani tak mampu memenuhi seluruh permintaan konsumen. Di sisi lain, mencari pembatik kala itu sangatlah susah. Tak banyak orang yang mau bergelut dengan malam dan canting untuk menorehkan gambar di atas kain.

Anjani pun berinisiatif mendirikan sanggar batik dan memberikan pelajaran membatik  kepada anak-anak kecil usia SD. Tak sekadar mendidik, Anjani pada akhirnya mengembangkan bakat pembatik cilik, dengan menjadikan karya mereka sebagai koleksi Anjani Batik Galeri untuk dibantu dijualkan kepada konsumen.

Pada 2017, Anjani Batik Galeri bekerjasama dengan Dinas Pendidikan Kota Batu membuat program pelajaran membatik di SD dengan akreditasi A. Dinas Pendidikan menyediakan alat membatik yang dibagi ke sekolah, dan Anjani menyiapkan pembatik muda dari sanggarnya untuk menjadi tutor. Melalui ekstrakurikuler batik ini, makin banyak pembatik-pembatik cilik yang akhirnya lahir di Kota Batu.

Dari dua pembatik saat mengawali usaha, kini Anjani Batik Galeri telah memiliki lebih dari 40 orang pembatik yang dibagi dalam kelompok-kelompok, belum lagi ratusan pembatik cilik yang siap menyuplai karya mereka. Sebelum pandemi, produksi Anjani bisa mencapai 750 lembar batik cap dan 300an batik tulis dalam sebulan. Ia optimis dengan kerja keras dan kerjasama dengan para perajin, target produksi akan tercapai secara kuantitas dan kualitas.

“Saya ingin membangun butik sendiri. Apalagi produk kami sekarang bukan hanya kain batik, tapi sudah banyak mempunyai produk turunan batik yang bervariasi. Bismillah, kami bisa bangkit dan terbang lebih tinggi dari sebelumnya,” pungkas Anjani.(*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *